Manusia Itu Mudah Mengeluh

Ketika air mati, baru sadar bagaimana nikmat air bersih yang mengalir dengan lancar.
Ketika sinyal wifi dalam keadaan buruk, baru sadar bagaimana nikmat internet yang lancar dan tanpa dibatasi kuota.
Ketika listrik padam, baru sadar bagaimana nikmat listrik yang dipakai untuk keseharian selama ini.

Begitu pula di tiap musim, saat musim hujan kita mengeluh baju basah dan kehujanan. 
Saat musim kemarau, kita mengeluh kepanasan atau kurang air. 
Saat terlalu dingin kita mengeluh harus memakai pakaian berlapis-lapis dan berselimut.
Saat terlalu panas kita juga mengeluh banyak berkeringat dan tenggorokan kering, sehingga harus mandi berkali-kali dan banyak minum minuman dingin.

Begitu pula isu yang hangat saat ini, ketika bahan-bahan pokok mulai naik, bahan bakar minyak naik, manusia pun mudah mengeluh dan menjelek-jelekkan pemerintah. 
Padahal, sebelumnya Allah berikan banyak kemudahan rezeki, banyak kebutuhan kita yang terpenuhi dari pemerintah, dan hal seperti kenaikan harga barang ini adalah hal yang wajar ada di setiap tahunnya. 
Walaupun harga kebutuhan kita naik, Allah tetap akan mengatur rezeki kita dan tetap akan mencukupinya.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya” (Huud: 6).

Mengapa kita lebih mudah untuk mengeluh, bukannya bersyukur atas kenikmatan sebelumnya yang lebih banyak itu?

Begitulah manusia, lebih banyak mengeluhnya dan fokus kepada hal-hal yang tak enak buatnya, dibanding yang enak walau sebenarnya lebih banyak. 

Bahkan Allah sudah terangkan hal ini dalam firman-Nya:

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." 
[QS Al-Ma'arij: 19]

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

"Sesungguhnya manusia diciptakan bertabiat suka berkeluh kesah dan rakus. Bila ditimpa keburukan dan kesulitan, dia banyak berkeluh kesah dan bersedih. Bila mendapatkan kebaikan dan kemudahan, dia banyak menahan dan menolak memberi, kecuali orang-orang yang mendirikan shalat yang menjaganya pada setiap waktunya, tidak disibukkan oleh sesuatu, orang-orang yang pada harta mereka terdapat bagian tertentu yang Allah wajibkan atas mereka, yaitu zakat bagi siapa yang meminta bantuan kepada mereka dan bagi siapa yang menahan diri dengan tidak meminta-minta, orang-orang yang beriman kepada hari perhitungan amal dan pembalasan, lalu mereka menyiapkan diri dengan iman dan amal shalih, orang-orang yang takut kepada azab Allah, sesungguhnya azab Tuhan mereka, tidak patut bagi seorang pun merasa aman darinya, orang-orang yang menjaga kehormatan mereka dari segala apa yang Allah haramkan atas mereka, kecuali pada istri-istri mereka dan hamba sahaya mereka, maka sesungguhnya mereka tidak akan dihukum."

Maka sebaiknya kita mensyukuri nikmat yang ada dan banyak bersabar.
Jika kita menghitung keburukan itu sangat mudah, tetapi menghitung nikmat Allah, sangat tidak terbatas dan tak sanggup dalam menghitungnya saking banyaknya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 18).

Dalam firman-Nya yang lain,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).

Tulisan ini bukan hanya untukmu, juga pengingat untukku. Semoga Allah mudahkan kita untuk terus bersabar dan memperkuat tauhid kita pada Allah...

—Rihlatul-Amal
Selasa, 6 September 2022.
Di Kota Malang.

Comments

Popular posts from this blog

Allah, Bantu Aku.

Tak Sesederhana Yang Terlihat.

Sisa Dari Takdir