Sederhana; Lebih Nikmat & Tenang

Beberapa hari ini aku kembali merenung, mendapat suatu hikmah dari hal-hal kecil di sekitarku.

Tentang kesederhanaan, ternyata memang tak mesti dengan mendapatkan semua hal yang membuat hidup kita lebih bahagia. Namun dengan merasakan kecukupan, bahkan dengan barang-barang yang tak mahal.

Saat kembali merantau ini, aku kembali mengikuti kajian offline di sebuah Masjid di Kota Malang lagi. Akhirnya, aku baru bisa berkenalan dengan salah satu ummahat yang sebenarnya sudah sering bertemu saat kajian dulu. Sebut saja mbak I.

Rasanya aku sangat takjub dan masyaallah saat melihat keluarga kecil beliau, dan pengajaran beliau pada anak-anaknya. Tentang pengajaran menutup aurat sedari dini, diajaknya anak-anak ke kajian, dan mengajak mereka sholat.

Sederhana memang, tetapi cukup menusuk pada diri ini, "Apakah aku bisa menjadi ibu yang sebaik itu?" Mengajarkan perkara tauhid, ibadah, aurat sejak mereka kecil...

Anak-anaknya tetap mengikuti sholat meskipun belum sempurna. Meskipun masih clinguk ke sana-sini, tetapi mereka masih belajar, dan sesuatu yang dipupuk sejak dini insyaallah akan terbawa hingga dewasa. Masyaallah. Allahumma aamiin. Tentu tentang perkara sholat, semua tentang pembiasaan dari orangtuanya. 

Oleh karenanya seperti dalam kajian "Ma'alim Fii Thariq Thalibul 'Ilmi", rumah adalah madrasah pertama dari anak.

Anak kecil itu selalu meniru kebiasaan orangtuanya, maka sebagai calon orangtua kita harus bisa selalu membiasakan kebiasaan baik:') 

Kemudian saat hari lebaran lalu, aku kembali ke Masjid itu lagi, aku diajak bertamu ke rumahnya mbak I yang ternyata benar-benar di samping Masjid. Masyaallah...

Benar-benar sederhana, kecil, tetapi kurasakan kenyamanan di situ... Dan entah mengapa saat dengan suasana yang begitu, kemudian melihat anak-anak beliau, kembali ku mendapat hikmah lain. Ternyata yang membuat rumah ini lebih "hidup" dan bahagia adalah karena adanya anak-anak.

Tanpa anak-anak, suatu rumah atau rumah tangga akan terasa sepi. Maka benarlah anjuran untuk memperbanyak keturunan. Sayangnya, masih banyak yang termakan informasi-informasi dari media barat dan liberal, sehingga banyak yang mengkampanyekan "Childfree' atau tanpa anak. Hal yang jelas-jelas bertentangan dari hadits.

Rasulullah ﷺ bersabda :

"Nikahilah perempuan yang pecinta dan dapat mempunyai anak banyak, karena aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)." [HR Abu Dawud].

Dalam HR. Ahmad juga dipaparkan sejenis, namun dengan akhir kalimat "...sebab banyaknya kamu di hadapan para Nabi nanti pada hari kiamat."

Dan memiliki anak, tentu harus diajarkan adab, akhlak, dan pendidikan agama sejak dini. Agar timbul pada mereka rasa takut jika meninggalkan kewajiban atau melakukan maksiat, rasa butuh akan Allah, rasa semangat menjalankan sunnah-sunnah-Nya, mengerti hikmah-hikmah, dan sebagainya.

Tidak akan bisa tercetak anak shalih/ah tanpa ibu dan bapak yang shalih/ah:')

Kembali ke topik sederhana lagi. Dengan kesederhanaan diperoleh rasa cukup. Rasa cukup menghantarkan pada rasa syukur atas nikmat yang Allah beri. Dan dengan bersyukur inilah, kenikmatan dan ketenangan dapat diraih.

Tak perlu kaya harta, tak perlu rumah mewah, tak perlu hidup glamour, tak perlu melihat ke orang-orang yang lebih dari kita. Mensyukuri apa yang ada, apa yang sudah dipunyai. Itulah yang membuat tenang.

Pertanyaannya; lagi.

BISAKAH AKU?

Biidznillah. Jika memohon pada Allah, semuanya bisa terjadi. Bersemangatlah untuk terus menuntut ilmu dan memperbaiki diri. Sebab anak shalih/ah tidak lahir dari ibu yang malas. Berlatih qana'ah dari sekarang. Semoga Allah mudahkan.

—Rihlatul-Amal

Senin, 17 Mei 2021.

Di Kota Malang.

Comments

Popular posts from this blog

Allah, Bantu Aku.

Tak Sesederhana Yang Terlihat.

Sisa Dari Takdir