Menjaga Diri Untuk Tetap Istiqomah


Menjaga diri; Hal yang terlihat sederhana dan mudah dilakukan, namun sulit untuk bisa istiqomah untuk melakukannya. 
Apalagi menjaga diri untuk tetap sesuai di dalam koridor syari'at.

Banyak yang awalnya bisa menegaskan kepada teman-temannya untuk tidak mengunggah foto dirinya. Walau hanya sekadar jari jemari, ujung kain khimarnya, maupun sepatunya tak ridho Ia perlihatkan.

Banyak yang awalnya sangat menjaga dirinya dari bukan mahram, berusaha untuk istiqomah dan tegas dalam berbicara dengan ajnabi. 
Walau hanya sekadar berbicara lewat chatting di aplikasi daring, jika tak urgent tak rela Ia lakukan.

Banyak yang awalnya sangat menjaga pakaiannya untuk tetap sesuai syari'at, khimar panjang di bawah lutut bahkan sebetis dipakainya.
Walau hanya sekadar pendek sedikit saja seperti hanya sebahu serasa ada yang kurang katanya, tak rela dipakainya.

Banyak yang awalnya sangat semangat mengikuti kajian syar'i secara rutin, hampir tiap hari Ia isi kepala dan hatinya dengan ilmu.
Walau hanya sekadar terlewat satu hari karena lelah saja, penting katanya, tak mau Ia lewatkan.

Dan banyak hal lain dalam ketaatan yang coba Ia jaga dan rutinkan, pelanggaran-pelanggaran syariat dan maksiat yang selalu Ia coba jauhi.

Akan tetapi, tak semua bisa istiqomah melakukannya. Benarlah perkataan "Hijrah itu mudah, yang susah itu istiqomah."

Betapa banyaknya yang perlahan kembali ke masa-masa sebelum hijrahnya.

Foto diri, yang awalnya tak diperlihatkan sama sekali. Perlahan-lahan, tangan dan sepatunya diperlihatkan. Lama-lama matanya ditutupi stiker walau memakai cadar/masker. Lama-lama matanya terlihat. Lama-lama dibukalah cadar/maskernya dan terlihatlah kecantikan yang selama ini disembunyikan.

Pergaulan dengan ajnabi, yang awalnya menjadi pelaku ghosting. Perlahan-lahan, hanya menjawab yang urgent saja. Lama-lama mulai bermudah-mudahan dengan dalih urgent. Lama-lama berbicara biasa asal mampu menjaga batasan katanya. Lama-lama mulai berani bercanda dan membuat status dalam hubungannya menjadi berpacaran.

Khimar syar'i, yang awalnya hanya ingin memakai yang panjang dan bisa dipakai sholat bak mukenah. Perlahan-lahan mulai dipendekkan, yang penting masih menutup dada katanya. Lama-lama diperlihatkan kedua bahunya. Lama-lama diikatlah kerudungnya, bajunya masih gamis dan tidak ketat kok. Lama-lama mulai berani memakai celana kulot dan kemudian memakai yang lebih ketat lagi.

Kajian rutin, yang awal setiap hari dicoba diikuti. Perlahan-lahan hanya berusaha istiqomah di beberapa kajian saja. Lama-lama hanya satu saja. Lama-lama beberapa pekan sekali. Lama-lama hanya tabligh akbar/tematik saja. Lama-lama mulai berani tidak kajian lagi dengan dalih sedang sibuk hal keduniaan yang lebih penting katanya. 

Menghindari hal yang Allah larang dan kemaksiatan lainnya pun, yang awalnya sangat berusaha untuk istiqomah. Lama-lama semakin bermudah-mudahan dengan dalih khilaf, hawa nafsu saja. Lama-lama akhirnya tidak menganggap kemaksiatannya sebagai maksiat lagi.

Dan semakin jauhnya dari ilmu, semakin bermudah-mudahan melakukan hal yang melanggar syari'at. 
Hingga nasihat dari teman-temannya pun sudah diacuhkan, 
Dengan dalih self-love, 
Dengan dalih urusan akhiratku cukup aku yang tahu.
Dengan dalih tidak boleh mengurusi urusan orang lain, sebelum mengurus dirimu sendiri.

Dan makin benarlah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ, di mana Rasulullah ﷺ bersabda,

إن أبغض الكلام إلى الله أن يقول الرجل للرجل: اتق الله، فيقول: عليك بنفسك.”

”Kalimat yang paling Allah benci, seseorang menasehati temannya, ’Bertaqwalah kepada Allah’, namun dia menjawab: ’Urus saja dirimu sendiri.”

(HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 1/359, an-Nasai dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah, 849, dan dishahihkan al-Albani dalam as-Shahihah, no. 2598).

Oleh karena itu, dalam berhijrah kita harus meniatkan hijrah itu untuk selalu lillah, yaitu untuk mengharap wajah Allah ta'ala dan tidak menyekutukan niat tersebut untuk yang lain, hanya untuk Allah saja.

Kita tak boleh pula hanya menyandarkan kepada diri sendiri, kita tidak boleh merasa bisa melakukan semua sendiri.
Kita harus perbanyak minta tolong pada Allah untuk diberi keistiqomahan, selalu memperbanyak doa "Yaa muqollibal qulub Tsabit qolbi 'alaa diinik", karena hati manusia berada di jari jemari-Nya.
Allah bisa membolak-balikkan hati manusia walau hanya satu hari bahkan satu malam saja. 
Kita harus terus minta keistiqomahan. Berusaha terus memperbaiki diri, niat, perbanyak ilmu dan bergaul dengan lingkungan yang mendukung hijrah kita.

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
Semoga Allah terus menjaga kita berada di dalam jalan-Nya yang lurus dan diistiqomahkan hingga nanti kita dapat meraih surga-Nya serta melihat wajah Allah. 
Sebab, tiada nikmat yang lebih berharga daripada hal tersebut. Aamiin.
Pengingat ini tak untuk menyindir siapapun, namun untuk yang menulis pribadi pula.

—Rihlatul-Amal
Sabtu, 12 November 2022.
Di Kota Malang.

Comments

Popular posts from this blog

Allah, Bantu Aku.

Tak Sesederhana Yang Terlihat.

Sisa Dari Takdir